Posted by : HIMAPPTA
November 23, 2015
Berikut adalah sebuah cerita bersambung yang dikarang oleh rekan kita, Syaalma D.Q yang bertemakan kehidupan remaja.
- See more at: http://himappta.blogspot.co.id/2015/11/cerbung-dibalik-dunia-remaja-episode-1.html#sthash.OGgVP8cd.dpuf
Berikut adalah sebuah cerita bersambung yang dikarang oleh rekan kita, Syaalma D.Q yang bertemakan kehidupan remaja.
- See more at: http://himappta.blogspot.co.id/2015/11/cerbung-dibalik-dunia-remaja-episode-1.html#sthash.OGgVP8cd.dpuf
Berikut adalah sebuah cerita bersambung yang dikarang oleh rekan kita, Syaalma D.Q yang bertemakan kehidupan remaja.
- See more at: http://himappta.blogspot.co.id/2015/11/cerbung-dibalik-dunia-remaja-episode-1.html#sthash.OGgVP8cd.dpuf
Berikut adalah sebuah cerita bersambung yang dikarang oleh rekan kita, Syaalma D.Q yang bertemakan kehidupan remaja.
- See more at: http://himappta.blogspot.co.id/2015/11/cerbung-dibalik-dunia-remaja-episode-1.html#sthash.OGgVP8cd.dpufBelum baca episode 1 dan 2? Baca episode 1 Disini, episode 2 Disini
“Silahkan
perkenalkan dirimu.” Kata bu Ratna mempersilahkan si anak baru.
“Baiklah,
perkenalkan namaku Favian Nakamura. Pindahan dari Surabaya, memang aku memiliki
keturunan Jepang dari ayahku. Namun, ibuku asli Surabaya. Ada
pertanyaan?” tanyanya mengakhiri perkenalan.
“Baiklah,
kalau tidak ada pertanyaan. Aku akan memberitahukan kepada kalian sebelum
kalian menyesal ataupun kecewa. Aku tidak terlalu membutuhkan bantuan kalian, namun aku
akan tetap menghargainya.”
Ugh, sombong sekali dia. Awas saja kalau dia
membutuhkan bantuanku! Batinku.
“Baiklah
Favian, silakan cari tempat yang kosong. Avila, kamu duduk sendiri?” tanya bu Ratna
ke arahku.
“Ya
begitulah, untuk saat ini saya dikhianati oleh teman sebangku saya. Sehingga,
saya menjadi penyendiri entah untuk berapa lama.” Jawabku pada bu Ratna,
sengaja menyindir orang yang duduk 2 bangku di belakangku.
“Kalau
begitu, untuk saat ini aku tak akan membuatmu menjadi penyendiri lagi, karena Favian
akan duduk di sebelahmu.”ucap bu Ratna memberi kode pada si anak baru itu agar
menghampiriku.
Terlihat
dari mana-mana berbagai variasi tatapan. Mulai tatapan mengejek dari para anak
laki-laki, dan tatapan iri yang berasal dari para perempuan, yang mungkin
tersihir ketampanan si anak baru. Tapi tetap saja, aku malah kesal melihat
wajah sombongnya.
***
Sekarang
memang sudah waktunya istirahat. Namun, tugas yang menumpuk memaksaku untuk
tetap tinggal di kelas dan duduk diam menyelesaikan semuanya.
“Lo gak
istirahat?” tanya si sombong itu membuyarkan konsenterasiku.
“Emang
kenapa? Penting untuk anda?” jawabku balik bertanya.
“Ada Avila?”
sebuah suara dari arah pintu terdengar familiar. Segera ku beranjak bangkit dan
mendekati pintu kelas.
“Ada apa
Chi? Ayo masuk!” ajakku lalu menarik tangannya ke dalam ruangan kelas.
“Tadi aku
ketemu Vina, trus nanya kamu dimana. Katanya kamu masih di kelas, jadi aku
kesini. Ibuku membuatkan bekal untuk kita, walaupun hanya makanan ringan
setidaknya dapat mengganjal perut.” Jawabnya panjang sambil menyerahkan sebuah
kotak bekal ke arahku.
Sepertinya dia tidak menyadari keberadaan si
anak baru ini. Fikirku sambil melirik orang di sebelahku.
“Makasih Chi. Kamu tahu aja kalau aku sedang
lapar. Ayo makan bersama!” ucapku sambil membuka kotak bekal dan tersenyum senang
melihat isi kotak bekal yang menggiurkan.
“Kalian
tidak mengajakku?”celetuk seseorang tanpa fikir panjang. Menyebalkan!
“Dia siapa?”
bisik Chiara bingung.
“Emm, dia
Favian Nakamura anak baru dari Surabaya, ayahnya orang Jepang. Dan satu lagi,
manusia di sebelahku ini orang yang sangat tidak ingin kamu kenal!” Jawabku
menekankan kalimat terakhir sambil asyik memilih kue.
“Kenapa?”
tanya Chiara bingung.
“Orang ini
sangat sombong dan menyebalkan. Jangan tertipu pada wajahnya!” jawabku
memperingatkan.
“Mungkin itu
hanya perasaanmu saja. Sepertinya dia terlihat baik.” Ucap Chiara tak percaya
padaku.
Jangan-jangan orang ini menggunakan susuk
sehingga orang-orang menjadi tidak waras bila dekat dengannya. untung saja
imanku kuat..
“Ayo,
silahkan mencoba kalau mau.” Kata Chiara sambil menyodorkan kotak bekalnya pada
si anak baru.
“Ya baiklah,
karena aku belum tahu letak kantin, jadi aku akan menerima kebaikanmu.” Jawab
si anak baru masih angkuh!
“Oya,
setahuku kalau orang Jepang memanggil nama menggunakan akhiran–san, bukan?
Nakamura-san?” tanya Chiara sambil tersenyum ramah.
Chiara sadarlah!! Batinku mengkhawatirkan
reaksi Chiara.
“Ya
begitulah.” Jawabnya cuek. “Siapa namamu?” lanjutnya tiba-tiba menatap ke arah
Chiara.
“Chiara
Aneila.” Jawabnya sambil tersenyum manis.
“Chi-chan?”
ucap si anak baru membalas senyum manis Chiara.
Ternyata ia cukup tampan. Avila apa yang kau
fikirkan?! Dia itu si makhluk sombong super!!
“Setahuku,
-chan untuk teman perempuan yang kau anggap akrab bukan? Apakah bolehku
panggil Favian-kun?” tanya Chiara makin senang.
“Sebenarnya
kita baru mengenal, dan itu agak aneh. Tapi terserah kau saja.” jawab si anak
baru kembali cuek.
Mau tak mau
kami harus menghabiskan jam makan siang bersama si anak baru super sombong ini.
Namun, ada yang terlihat aneh, malah sangat aneh dari sikap Chiara…
***
“Pulang
sendiri?” tanya si anak baru dengan wajah yang tetap menyebalkan.
“Bukan
urusan anda!” jawabku lalu berjalan meninggalkannya.
“Jutek amat,
awas gak ada yang naksir.” Ucapnya iseng sambil tertawa meledek.
Orang ini!!Membuatku geram saja.Ya Tuhan, baru saja kenal sudah berani ngajak
ribut. Mau aku jutek, aku ramah, memangnya apa urusannya dengan dia coba?
Menyebalkan sekali!!
“Avila!!”
Chiara ternyata sudah terlihat di ujung mataku sambil melambaikan sebelah
tangannya ke arahku.
“Baru keluar
kelas?” tanyanya setelah jarak kami cukup dekat.
“Emm.”
Jawabku menggumam sambil mengangguk mengiyakan.
“Ayo
pulang!” ajaknya sambil menarik tanganku ke arah gerbang.
“Eh, Chi-chan?”tiba-tiba
suara sengak terdengar di belakang kami.
“Favian-kun?”
Chiara langsung berbalik menghadap arah suara tadi, dan terlihat rona di
pipinya begitu menyadari orang itu adalah si anak baru super sombong. Kenapa dia
disini? Ngajak ribut lagi? Refleks, mataku membulat.
“Pulang
bareng dengan si jutek itu?” tanyanya sambil melirik ke arahku. Kurang ngajar, siapa yang ia sebut jutek?!
“Maksudmu
Avila?” tanya Chiara terlihat bingung.
“Siapa lagi
menurutmu?” jawabnya lalu tertawa mengejek.
“Mungkin
yang anda maksud saya?” tanyaku membuat senyum manis yang terkesan mengerikan.
“Ternyata
kau peka!” jawabnya lalu tertawa.
“Kalau itu
saya, apakah salah bila saya bersikap jutek pada orang yang super sombong
seperti anda?” tanyaku sedikit menyindirnya. Chiara terlihat tidak mengerti
dengan situasi ini.
“Tidak bisakah
kamu sedikit beramah tamah atau mencoba bersikap manis seperti temanmu itu?”
ucap si anak sombong dengan ekspresi datar lalu berjalan melewati Chiara yang
tentu saja wajahnya memerah seperti tomat. Ada
apa dengan anak itu?
***
Hampir
seminggu si anak sombong itu bersekolah disini, dan itu membuat Chiara terlihat
makin sering mengunjungi kelasku. Sebenarnya aku cukup merasa risih duduk
sebangku dengan seorang anak laki-laki. Namun kapasitas bangku yang menjadi pas
saat aku duduk dengannya membuat semua orang malas meminta tambahan bangku. Ah
biarlah, lagi pula yang disebelahku ini kan makhluk astral bukan seorang manusia.
“Avila,
biologi kita satu kelompok yuk!” tiba-tiba Vita sudah berdiri di depanku sambil
tersenyum sok manis.
“Ada angin
apa ngajak gue kelompokkan?” tanyaku ketus sambil duduk mengambil sebuah buku
jilid dari dalam tasku.
“Gak
apa-apa, cuma pengen aja, memang gak boleh?” jawabnya sambil sedikit membuat ekspresi
kesal. Menurutku ia malah ingin terlihat seperti gadis manja yang marah pada
pacarnya.
“Lihat nanti
saja, kalau mood gue ikut.” Jawabku cuek sambil membolak-balik halaman buku di
tanganku tanpa sedikit pun menoleh pada Vita.
“Emm, tapi
kita masih kekurangan anggota. Bagaimana kalau kamu ajak Vian?” ucapnya dengan
suara memohon seperti berharap dapat hadiah dari kebaikan Santa.
“Vian
siapa?” setahuku aku tak pernah dekat dengan orang yang bernama Vian. Lagipula
tidak ada nama itu di kelas kami.
“Favian,
Favian Nakamura. Teman sebangkumu sekarang.” Jawab Vita sambil melirik ke arah
orang di sebelahku. O, jadi ini maksudnya
mengajakku sekelompok dengannya.
“Tanya saja
dengan orangnya, mau apa tidak dia.” Jawabku sekenanya.
“Baiklah,
keputusannya aku tunggu besok!” tiba-tiba anak itu sudah berlari kecil
menjauhiku. Dasar sok imut!
Ternyata
makhluk spesies super sombong ini ada saja yang suka. Mungkin sepertinya juga
sahabatku, Chiara. Benar-benar orang ini!
“Eh makhluk
astral, ada yang ngajakin kelompokan biologi. Mau gabung gak?” tanyaku ketus
sambil sedikit melirik ke arah makhluk di sampingku.
“Ketus
banget sih mbak. Lagian kalo gue makhluk astral gimana lo bisa ngeliat gue?”
dia malah balik bertanya dan menghentikan aktifitasnya lalu menatapku.
“Gue kan
punya indera ke-enam!” Jawabku lalu kembali menekuni buku di mejaku. Jujur saja,
aku sedikit merasa aneh di tatap seperti itu.
“Sebenernya
kenapa sih lo itu judes sama gue?” tanyanya masih lekat menatapku.
“Gue gak
suka sok ramah sama orang yang menurut gue gak pantes di ramahin. Kayak lo!”
jawabku lalu bangkit dan meninggalkannya. Ada apa denganku? kenapa aku merasa aneh
begini?!
***
“Avila, kamu
ngapain?” tanya Chiara mendekatiku.
“Apalagi
selain baca buku.” jawabku sambil menunjukkan buku di tanganku.
“Kau tidak terlihat seperti sedang membaca buku.” jawab Chiara sambil
tersenyum simpul.
“Tentu saja aku membaca.” Kataku sambil tertawa kecil.
“Kalau begitu, berarti kau sangat hebat. Mampu membaca terbalik.”
Katanya lalu mengambil buku pada rak di depan kami.
“Baiklah aku kalah. Aku mengaku. Sebenarnya, aku sedang mencoba menyendiri
dan berfikir.” Jawabku murung.
“Kenapa?” tanyanya bingung
“Ada seseorang menyebalkan yang membuat perasaanku aneh dan tak menentu.
Lebih tepatnya kebingungan.” Jawabku mengingat makhluk astral itu.
“Mungkin saja kau menyukainya, namun kamu belum mempercayai dan
menyadarinya.” Ucap Chiara ringan dan tersenyum
manis seperti biasa.
“Tidak mungkin, dia sungguh menyebalkan, selalu mencari masalah,
dan...aneh!” kataku kesal lalu menjatuhkan kepalaku ke meja.
“Sudahlah, tenangkan saja dulu dirimu. Jangan bersikap terlalu ketus dan
cobalah buka hatimu. Mungkin saja apa yang kukatakan benar. Lagipula dengan
siapapun kamu selalu terlihat cuek.” ucap Chiara lembut.
“Baiklah, akan kucoba.” Jawabku pelan.
“Ngomong-ngomong, bagaimana pendapatmu tentang Favian? Sepertinya aku
menyukainya!” tiba-tiba suara Chiara terdengar gembira. Ya Tuhan, orang yang tadi kumaksud itu dia! Batinku.
“Biasa saja.” jawabku pendek menyembunyikan keterkejutanku. Wajah
Chiara terlihat jelas ingin mengutarakan semua kelebihan Favian, dan aku tahu
kelanjutannya akan bagaimana.
***
Kemarin merupakan hari yang sangat panjang dan melelahkan. Mungkin hari ini
akan sama dengan kemarin, namun aku tetap berharap tentang keajaiban. Entah mengapa kelas hari ini terlihat sepi dan damai. Kemana
semua orang yang biasanya sibuk dan tak pernah bisa mengistirahatkan mulut
melreka? Mungkinkah hari ini mereka kesurupan setan pendiam secara massal? Ya Tuhan, fikiranku kacau!
“Apa yang kau lakukan?” tanyaku bingung melihat Favian
yang tumben-tumbennya berkutat pada buku pelajaran. Matematika lagi!
“Tidak bisa melihat? Jelas-jelas gue baca buku!”
jawabnya ketus seperti biasa. Namun ada yang terasa janggal bagiku.
“Baiklah, maaf mengganggu. Silahkan lanjutkan bacaanmu
yang menyenangkan!” jawabku kesal segera menaruh tas dan keluar dari kelas aneh
ini.
“Avila, kamu mau kemana?” tiba-tiba ada yang
memanggilku dari belakang. Segera kutoleh, dan kudapati Chika sudah berada
tepat di depanku.
“Tidak kemana-mana, hanya ingin berfikir jernih.”
Jawabku dengan tampang bodoh.
“Kau terlihat tenang sekali, sepertinya kamu
benar-benar merasa santai ya?” ucap Chika sambil memperhatikan tingkahku.
“Biasa saja, memangnya ada apa? Seperti mau ada perang saja,
aku harus sibuk begitu?” ucapku lalu memandang Chika dengan tatapan menyelidik.
Sekali lagi kuedarkan pandanganku ke seluruh kelas, dan kudapati mereka semuanya
terdiam tenang sambil memegang dan membaca buku.
“Kau lupa, hari ini kita akan ulangan matematika 20
paket soal!” jawab Chika histeris sambil memegang wajah dengan kedua tangannya.
“Ya Allah aku lupa!!” ucapku kaget lalu bergegas
kembali ke bangkuku dan sibuk mencari buku matematika yang tersimpan manis
dalam tasku.
***
Ya Tuhan, ulangan tadi bikin otakku hampir meledak.
Untung saja aku bisa menjawab setidaknya emmm.. berapa soal ya?? Kira-kira 5
soal dari 15 soal yang ada di kertas ulangan tadi. Ya ampun, aku memang hebat!
“Ngelamunin apa lo?” suara ini, pasti si makhluk
astral!
“Gak ngelamun kok, Cuma menerawang.” Jawabku
seolah-olah tak memperdulikannya.
“Maaf, kalo kemaren buat lo marah. Lo sensitif banget
sih, kayak orang lagi PMS!”
Ini orang mau minta maaf apa ngajak berantem sih?
“Emmm.” Jawabku tak jelas
“Avila, sedang apa kamu dengan..” Chiara tiba-tiba
sudah berdiri di depanku dan tidak melanjutkan kalimatnya.
“Hei, emm Chiara!” ucap Favian setelah berdiam sejenak.
“Apakah aku mengganggu?” tanya Chiara pelan
“Tentu saja tidak, justru aku senang dengan
kedatanganmu.” Jawabku lalu menepuk-nepuk bangku di sampingku.
“Tidak usah, terimakasih. Aku hanya ingin mengembalikan
buku catatanmu.” Jawab Chiara tersenyum lalu mengulurkan sebuah buku bersampul
cokelat milikku.
“Tidak mau mengobrol?” tanyaku setelah menerima kembali
buku itu.
“Tidak, aku sedang buru-buru. Lain kali saja ya!”
ucapnya lalu berlari menjauhiku dan Favian.
Untuk beberapa saat suasana menjadi hening dan
mencekam. Seolah tak ada yang berani mengeluarkan suara dan memulai percakapan.
Tunggu, lagipula siapa yang mau mengobrol dengannya?!
“Lo itu sombong, tapi kenapa gue ngeliat lo kesepian?”
tiba-tiba aku bersuara tanpa kusadari. Orang yang berada di sampingku terlihat
kaget dan menoleh menatapku, namun beberapa detik kemudian ia memalingkan
wajahnya.
“Gue gak mungkin kesepian! Tapi sekeras apapun gue
pungkiri semuanya pergi dari gue.” Ucapnya pelan lalu pergi meninggalkanku. Entah apa sebenarnya yang terjadi pada orang
itu, tapi tetap saja perasaanku memaksaku mencari tahu.
Bersambung..
Baca cerita lainnya atau baca kelanjutan cerita ini, klik disini.
1 Comments
Kebiasaan pasti pemeran utama berantem ama si cowok
ReplyDelete:V